top of page

Belajar...

Para psikolog menetapkan berbagai definisi karena definisi merupakan rangkaian kalimat untuk menyatakan suatu konsep. Oleh karena itu, ada banyak definisi sebanyak pencetusnya walaupun ada persamaan konsep. Sama dengan yang dilakukan oleh para psikolog untuk menjelaskan definisi dari belajar, misalnya Hilgard (1962:252): ... as the process by which an activity originates or is changed through responding to a situation. Kemudian Morgan (1961:187): Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience.​

​     Perbedaan kedua definisi adalah Morgan menekankan pada tetapnya perubahan tingkah laku (secara relatif) sesudah belajar, sedangkan Hilgard menekankan pada mengorganisasikan perubahan dalam merespons suatu situasi. Jadi, perbedaan dilihat dari penggunaan langsung belajar untuk merespons. Namun, keduanya menunjukkan adanya perubahan sesudah belajar.

Para psikolog modern berpendapat sama bahwa dalam belajar, ada proses perubahan ke arah lebih baik, dari tidak belajar, ada proses perubahan ke arah lebih baik, dari tidak dapat menjadi dapat dan dari tidak tahu menjadi tahu. Lebih lanjut, perubahan tersebut relatif permanen, dalam arti tidak mudah hilang, dan terjadi bukan semata-mata karena kematangan atau pertumbuhan. Jadi, kesimpulannya adalah belajar merupakan suatu usaha sadar individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan-latihan dan pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa kebetulan.

​     Dalam kegiatan belajar, ada beberapa faktor yang terkait agar kegiatan individu benar-benar merupakan kegiatan belajar. Morgan (1961) memaparkan bahwa belajar, yang merupakan proses mental dalam memahami tingkah laku manusia, menyangkut beberapa faktor, yaitu asosiasi (koneksi atau hubungan di dalam otak), motivasi (dorongan), variabilitas, kebiasaan, kepekaan (perasaan atau kognisi yang mudah tersentuh), pencetakan (rekaman), serta hambatan.​

Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan, yang kemudian muncul pada akhir abad ke-18, dan untuk pertama kalinya dicetuskan oleh pedadog Jerman F. W. Foerster. Hal ini mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan yang juga terkenal dengan teori pendidikan normatif. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan social.

     Sebenarnya pendidikan karakter telah lama menjadi bagian inti dari sejarah pendidikan itu sendiri. Pendekatan idealis dalam masyarakat modern memuncak dalam ide tentang kesadaran. Lahirnya pendidikan karakter bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang gelombang positivisme oleh filsuf Prancis Auguste Comte. Foerster menolak gagasan yang merendahkan pengalaman manusia pada bentuk murni hidup alamiah.

​    Dalam sejarah perkembangannya memang manusia tunduk pada hukum-hukum alami, namun kebebasan yang dimiliki manusia memungkinkan manusia untuk menghayati kebebasan dan pertumbuhannya mengatasi tuntutan fisik dan psikis semata. Manusia tidak semata-mata taat pada aturan yang sifatnya mengatasi individu, dalam tata aturan nilai-nilai moral. Pedoman nilai merupakan kriteria yang menentukan kualitas tindakan manusia di dunia.

     Dinamika pemahaman pendidikan karakter berproses melalui tiga momen, yaitu historis, reflektif, dan praktis. Momen historis yaitu usaha merefleksikan pengalaman umat manusia yang bergulat dalam menghidupi konsep dan praksis pendidikan khususnya dalam jatuh bangun mengembangkan pendidikan karakter bagi anak didik sesuai dengan konteks zamannya. Momen reflektif, yaitu sebuah momen yang melalui pemahaman intelektualnya, mencoba melihat persoalan metodologis, filosofis, dan prinsipil yang berlaku bagi pendidikan karakter. Dan yang terakhir momen praktis, yaitu dengan bekal pemahaman teoritis-konseptual itu, manusia mencoba menemukan secara efektif agar proyek pendidikan karakter dapat efektif terlaksana di lapangan.

Pendidikan Karakter...

bottom of page